Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban
keluarganya dan sebagai rasa belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Segeralah (di dalam
mengurus) jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka kebaikanlah yang
kamu berikan kepadanya; dan jika sebaliknya, maka keburukan-lah yang
kamu lepaskan dari pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak
merobek-robek baju. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: “Bukan golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya
dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan jahiliyah”. (HR.
Al-Bukhari).
Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersada: “Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga
menshalatkannya, maka baginya (pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa
yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya dua qirath”. Nabi
ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi menjawab: “Seperti dua
gunung yang sangat besar”. (Muttafaq’alaih).
Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut
kebaikan-kebaikannya dan tidak mencoba untuk menjelek-jelekkannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:”Janganlah kamu
mencaci-maki orang-orang yang telah mati, karena mereka telah sampai
kepada apa yang telah mereka perbuat”. (HR. Al-Bukhari).
Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu pernah berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam apabila selesai mengubur janazah, maka berdiri di atasnya dan
bersabda:”Mohonkan ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada
Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya”. (HR.
Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani).
Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan
untuk mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa
sesuatu yang membuat mereka sibuk”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka
untuk tetap sabar, dan mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik
Allahlah apa yang telah Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia
berikan; dan segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka
hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala dari-Nya”.
(Muttafaq’alaih).
19.ETIKA SAFAR (BEPERGIAN JAUH)
Disunnatkan bagi orang yang berniat untuk melakukan perjalan jauh
(safar) beristikharah terlebih dahulu kepada Allah mengenai rencana
safarnya itu, dengan sholat dua raka`at di luar shalat wajib, lalu
berdo`a dengan do`a istikharah.
Hendaknya bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam dari
segala kemak-siatan yang pernah ia lakukan dan meminta ampun kepada-Nya
dari segala dosa yang telah diperbuatnya, sebab ia tidak tahu apa yang
akan terjadi di balik kepergiannya itu.
Hendaknya ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya dan
amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, membayar
hutang atau menyerah-kannya kepada orang yang akan melunasinya dan
berpesan kebaikan kepada keluarganya.
Membawa perbekalan secukupnya, seperti air, makanan dan uang.
Disunnatkan bagi musafir pergi dengan ditemani oleh teman yang shalih
selama perjalanannya untuk meringankan beban diperjalananya dan
menolongnya bila perlu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda: “Kalau sekiranya manusia mengetahui apa yang aku ketahui di
dalam kesendirian, niscaya tidak ada orang yang menunggangi kendaraan
(musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”. (HR. Al-Bukhari)
Disunnatkan bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih dari tiga
orang mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin (amir), karena
hal tersebut dapat memper-mudah pengaturan urusan mereka. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tiga orang keluar untuk
safar, maka hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR.
Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore hari,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ya Allah,
berkahilah bagi ummatku di dalam kediniannya”. Dan juga bersabda:
“Hendaknya kalian memanfaatkan waktu senja, karena bumi dilipat di malam
hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Disunatkan bagi musafir apabila akan berangkat mengu-capkan selamat
tinggal kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya, sebagaimana
dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan dia
sabdakan: “Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan
penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At-Turmudzi, dishahihkan oleh
Al-Albani).
Apabila si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa mobil atau
lainnya, maka hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di
atas kendaraannya hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca
do`a safar berikut ini:
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ ،
وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ الْعَمَلِ
مَا تَرْضَى ، اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ
عَنَّا بُعْدَهُ ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ
وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ
وَعَثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ اْلمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي
اْلمَالِ وَالأَهْلِ (رواه مسلم )
“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan
kembali kepada Tuhan kami; Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu
di dalam perjalanan kami ini kebajikan dan ketaqwaan, dan amal yang
Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah perjalannan ini bagi kami dan
dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau adalah Penyerta kami di dalam
perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bencana safar dan kesedihan
pemandangan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga”. (HR.
Muslim).
Disunnatkan bertakbir di saat jalan menanjak dan bertasbih di saat
menurun, karena ada hadits Jabir yang menuturkan: “Apabila (jalan) kami
menanjak, maka kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”.
(HR. Al-Bukhari).
Disunnatkan bagi musafir selalu berdo`a di saat perjala-nannya, karena do`anya mustajab (mudah dikabulkan).
Apabila si musafir perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah
perjalanannya, maka hendaknya menjauh dari jalan; karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu hendak mampir
untuk beristirahat, maka menjauhlah dari jalan, karena jalan itu adalah
jalan binatang melata dan tempat tidur bagi binatang-binatang di malam
hari”. (HR. Muslim).
Apabila musafir telah sampai tujuan dan menunaikan keperluannya dari
safar yang ia lakukan, maka hendaknya segera kembali ke kampung
halamannya. Di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebutkan
diantaranya: “……Apabila salah seorang kamu telah menunaikan hajatnya
dari safar yang dilakukannya, maka hendaklah ia segera kembali ke
kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).
Disunnatkan pula bagi si musafir apabila ia kembali ke kampung
halamannya untuk tidak masuk ke rumahnya di malam hari, kecuali jika
sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu. Hadits Jabir menuturkan :”Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang seseorang mengetuk rumah
(membangunkan) keluarganya di malam hari”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan bagi musafir di saat kedatangannya pergi ke masjid
terlebih dahulu untuk shalat dua rakaat. Ka`ab bin Malik meriwayatkan:
“Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila datang dari
perjalanan (safar), maka ia langsung menuju masjid dan di situ ia shalat
dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).